Minggu, 30 Mei 2010

Kali ini saya mempunyai kesempatan untuk jalan-jalan di daerah Karangan, tepatnya desa Sailo kecamatan Mempawah Hulu, Kab Landak Propinsi Kalimantan Barat. Di daerah ini hampir mayoritas berasal dari suku dayak Kanayatn atau lebih dikenal dengan suku dayak ahe (Ahe=bukit). Untuk menuju karangan dapat ditempuh dari Bandara International Supadio Pontianak sekitar 3 jam, dengan kondisi jalan yang bagus. Bus umum tersedia sampai sore hari dari terminal Batu Layang Pontianak.

demong adat dayak ahe siapakan sesaji
Kebetulan ketika saya di sana warga sedang menyiapkan acara adat sabuah siampahar, sebuah acara adat untuk memohon ijin kepada alam agar kegiatan masyarakat untuk mengelola lahan (buka lahan atau tebang pohon) direstui dan membawa hal yang baik bagi masyarakat.
Seperti masyarakat dayak yang lain, masyarakat di sini memberikan sesaji kepada alam di depan pohon yang akan ditebang, dengan sesaji itu diharapkan penguasa alam mau menerima dan merestui kegiatan masyarakat.
Masyarakat dayak ahe di kabupaten Landak Kalimantan Barat hampir sebagian besar menganut agama Katholik Roma, dan iman kepada Yesus Kristus tersebut justru semakin menguatkan masyarakat dayak ahe untuk semakin kuat mempertahankan nilai-nilai religi dan budaya tinggalan leluhur mereka terutama dalam menjaga keseimbangan manusia terhadap alam lingkungan sekitarnya.
Upacara sabuah siampahar atau acara adat untuk memohon keselamatan berkaitan dengan kegiatan pengelolaan alam ini biasaya dimuali dengan doa oleh demong atau temenggung adat dayak di sebuah tempat yang dianggap masih keramat atau dihuni oleh makhluk penjaga alam. Biasa lokasinya dipilih di dekat mata air atau di bawah pohon besar. Rangkaian sesaji termasuk ayam dan tidak ketinggalan pemotongan babi dipersembahkan sebagai wujud syukur masyarakat atas kebaikan alam.

memotong babi untuk santapan
Setelah doa-doa dipanjatkan biasaya dilanjutkan dengan pesta yang menu wajibnya adalah daging babi, tentu saja saya ikut menikmatinya, dan memang sangat enak menikmati masakan di tengah-tengah masyarakat dayak ahe apalagi menikmati di alam terbuka.
Di tengah-tengan masuknya investor kelapa sawit dan pertambangan bauksit di Kabupaten Landak, masyarakay tetap teguh untuk mempertahankan tradisi peninggalan leluhur mereka.
~ by Stanislaus Riyanta on March 29, 2009.
Posted in Adat Istiadat
Tags: kabupaten landak, sabuah siampahar, dayak kanayatn, dayak ahe, upacara adat dayak ahe, dayak katholik
3 Responses to “Adat Sabuah Siampahar : Dayak Ahe / Kanayatn – Landak Kalbar”
1. Terima Kasih Pak atas dokumentasi ritual adat pada blog Bpk. Semoga ini bukanlah sebuah potret belaka. Pak kalau boleh saya bilang keduanya(negara dan rakyat) hampir salah. mengapa?karena sebelum semua UU itu local wisdom penataan dan pengaturan sistem pertanahan adat Dayak sudah duluan ada. Trus datang-datang negara asal klaim tanpa memperhatikan hutan itu sudah ada kepemilikan adatnya. Rakyat Dayak marah ni..ditempuh banyak cara tapi juga kalah oleh negara…lalu dibuatlah perkebunan dan tambang berskala besar.terlebih-lebih ada orang dayak yang meraup keuntungan dari semuanya itu…kualat itu sama nenek moyangnya.banyak kuburan,tempat suci,ritual digusur mau apa si lagi???Kemudian ada lagi investor yg mempergunakan kesempatan kerjasama dgn negara sama2 menghancurkan hutan, padahal orang Dayak menganggap tanah dan air merupakan darah dan dagingnya. Dimakan sudah darah dan daging orang Dayak.
Dampak kualat orang dan negara itu menghasilkan krisis yang berkepanjangan, multidimensial, sulit terselesaikan.Akhirnya Indonesia kedatangan nabi palsu karena dianggap bisa memperbaiki situasi di Indonesia dari lia eden, dll.Karna semuanya sudah murtad rakyat mulai ikut membabat hutan karena di ajak pemodal luar maupun dalam negeri.
Untuk menebus dosanya orang Amerika, Eropa dan negara kaya lainnya ce’ ce’ nya nyumbang duit utk nanam pohon dan mereka berlomba-lomba nebus dosa nenek moyangnya yg merusak hutan kalbar dulu.muncullah climate change.
Yang parahnya lagi ni ada program untuk menjaga hutan tapi kurang melibatkan masyarakat adat khususnya Dayak karena kalo masalah hutan tanya orang Dayak.
Maaf pak saya nulis panjang2.semoga membacanya tak bosan.Saya hanya takut budaya dan adat kita nanti bisa hancur. Sekali lagi Maju Dayak,taklukan dunia………………….
—————————————–
Setuju Bung….Ke depan bagaimana cara kita menyelamatkan sebuah ekologi yang sudah rusak dan hampir punah, dengan resiko yang kecil dan manfaat yang besar, itulah yang harus dipikirkan, dicarikan solusi, dikomunikasikan, dan dijalankan. Tentu semuanya harus memperhatikan dan mengakomodasi local wisdom yang ada. Regards (Stanislaus Riyanta)
Wilfirmus said this on July 4, 2009 at 4:14 pm
2. Senang sekali bisa baca petualangan Anda di Kalbar ini. Saya sendiri dalam hampir tiga tahun ini bergulat dengan banyak masalah lahan di kawasan hutan dengan masy. Landak (Kuala Behe, Meranti, Menyuke, dll). Akan sangat senang jika bisa berdiskusi dan menimba ilmu dari Anda. Nomor kontak saya 081345411827
—————————————
Bpk Ignatius Pepe Yth, kalau kita amati masalah lahan atau tanah yang terjadi di Ngabang atau kalbar khususnya timbul setelah banyaknya investor masuk. Dua investor yang paling dominan adalah sawit dan tambang, kita tidak bisa apa-apa karena sawit dan tambang merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah yang paling diandalkan. Regulasi pemerintah belum mengakomodasi kepentingan hak ulayat atas tanah (tanah adat) sehingga aturan-aturan adat yang mengatur kepemilikan tanah direduksi dan kalah oleh UU Perkebunan, UU Minerba, UU Agraria atau Perda. Jelas sekali masyarakat (akan) menjadi korban. Berangkat dari inilah saya mencoba mendokumentasikan nilai-nilai spiritiualitas budaya Dayak Ahe / Kanayatn, supaya diketahui orang banyak sehingga minimal ada pengakuan dan perhatian yang lebih kepada saudara-saudara kita Suku Dayak. Saya sangat senang dengan tanggapan Bapak, dan kita bisa saling kontak atau diskusi, email saya stanislaus@linuxmail.org. Salam, Tuhan Beserta Anda. (Stanislaus Riyanta)
Ignatius Pepe said this on June 5, 2009 at 12:02 pm
3. Thanks pak Stanislaus atas kunjungannya di Kab. Landak…begitulah kehidupan orang dayak sesungguhnya, dan itu hanya sebagian kecil karna masih banyak kebiasaan yang unik dari kami orang dayak…oh iya sebenarnya arti dari AHE itu adalah berasal dari 1 kosa kata yaitu APA, dan karna yang paling nampak dalam Dayak Kanayatn adalah bahasa nya dan AHE itu mencakup dari bahasa lain dari sub-subnya lagi, dan bahasa AHE merupakan bahasa yang paling dominan di Kab. Landak dan dianggap Bahasa Persatuan dari Kab. Landak layaknya Bahasa Indonesia di Indonesia dari sekian banyak bahasa….Sukses buat bapak. Tuhan Memberkati…Jesus Bless You…
———————————————
Terima kasih Juga Bpk. Suparto telah masuk ke blog saya dan meninggalkan pesan. Saya menemukan hal yang unik dengan bahasa Ahe, memang Ahe artinya APA, dan juga punya arti lain yaitu BUKIT. Yang unik adalah Bahasa Ahe ini saya perkirakan menjadi bahasa satu-satunya dari suku dayak yang paling banyak dipakai. Hampir seluruh kabupaten Landak, dan yang saya tahu di sekitar Bengkayang juga ada yang menggunakan bahasa Ahe ini, dan sedikit di Sintang, Sanggau, dan Ketapang. Kalau saya bandingkan dengan saudara kita yang ada di Ketapang tentu berbeda lagi, suku dayak di Ketapang berbeda kampung dengan jarak kurang dari 10 km saja sudah beda bahasa dan adat, dan tentu ini menjadi nilai budaya yang sangat unik. Saya akan jalan-jalan lagi ke Landak sambil menyelesaikan dokumentasi/buku saya tentang Keragaman Suku Dayak di Kalimantan Barat. Semoga anda mau membantu. Salam. (Stanislaus Riyanta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar